RILIS – Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) No.12 tahun 2022 merupakan UU yang mengatur mengenai pencegahan segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual; penanganan, perlindungan, dan pemulihan hak korban.
UU ini juga mengatur terkait koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan kerja sama internasional agar pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif. Selain itu, diatur juga keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan pemulihan korban agar dapat mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
Nurani Perempuan Women’s Crisis Center (NPWCC) merupakan lembaga layanan yang bekerja melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sumatera Barat. Data kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke Nurani Perempuan sejak tahun 2015 hingga November 2024 sebanyak 547 kasus.
Jenis-jenis kekerasan seksual yang dilaporkan diantaranya perkosaan, pelecehan seksual, kekerasan seksual berbasis elektronik, sodomi dan eksploitasi seksual. Para pelaku kekerasan seksual pada umumnya adalah orang orang yang dikenali oleh korban.
Situasi ini menggambarkan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja, karena orang-orang terdekat korban yang seharusnya melindungi malah menjadi pelaku. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman ternyata juga menjadi lokasi terjadinya kekerasan seksual.
Sumatera Barat yang dikenal dengan filosofi ABS-SBK, menganut sistem matrilineal dimana masyarakatnya yang hidup dengan nilai-nilai adat dan agama serta perempuan ditinggikan derajatnya, namun pada faktanya hari ini perempuan di Sumatera
Barat dalam situasi krisis.
Perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, menjadi korban kekerasan seksual dan terjebak dalam dunia prostitusi. Sumatera Barat hari ini darurat kekerasan seksual, tidak hanya anak perempuan yang diperkosa, tetapi anak laki laki juga disodomi. Sedangkan penanganan dan pemulihan korban belum terjadi secara optimal.
Pengalaman Nurani Perempuan mendampingi kasus kekerasan seksual yang terjadi pada tahun 2023 dan 2024 di Sumatera Barat pasca disahkannya UU TPKS, belum ada penanganan kasus yang menggunakan UU TPKS.
Padahal kehadiran UU TPKS diharapkan dapat memudahkan korban mendapatkan keadilan, perlindungan, pemulihan dan ketidakberulangan kekerasan. Namun aparat penegak hukum enggan menggunakan UU TPKS karena belum adanya peraturan turunan UU ini, sehingga masih memilih UU Perlindungan Anak dalam memproses perkara kekerasan seksual pada anak dan UU ITE pada perkara kekerasan seksual berbasis elektronik.
Nurani Perempuan melihat tidak hanya soal peraturan turunan yang membuat aparat penegak hukum enggan menggunakan UU TPKS, tetapi juga karena UU TPKS belum tersosialisasikan secara baik dan masif.
UU TPKS sejak disahkan pada 13 April 2022, memiliki mandat untuk membuat 7 (tujuh) aturan turunan untuk pelaksanaan UU TPKS, diantaranya 3 (tiga) Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 (empat) Peraturan Presiden (Perpres).
Terdapat 3 (tiga) aturan turunan yang sudah disahkan diantaranya Perpres nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum dan Tenaga Layanan Pemerintah dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, Perpres nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), dan Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2024 tentang koordinasi dan pemantauan pelaksanaan pencegahan dan penanganan korban tindak pidana kekerasan seksual.
Disahkannya 3 (tiga) peraturan turunan dari UU TPKS ini menjadi harapan besar bagi Nurani Perempuan sebagai lembaga layanan yang mendampingi para korban kekerasan seksual.
Apalagi salah satu perpres yang disahkan adalah Perpres nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum dan Tenaga Layanan Pemerintah dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat.
Tentu melalui Perpres ini Peningkatan kapasitas bagi aparat penegak hukum dan tenanga layanan semakin baik sehingga penanganan korban kekerasan seksual semakin optimal dan komprehensif serta tidak ada impunitas bagi pelaku kekerasan seksual.